Skip to main content

opini : buku Back Door Java (bagian 4)

Jejak Kampung Rumah Putri

Saya menemukan buku Back Door Java hampir dua tahun yang lalu. Ketertarikan saya terhadap tema etnografi di sebuah perkampungan di Kota Jogja membuat saya tetap membaca buku tersebut sampai hari ini. Buku Back Door Java secara umum membahas tentang kehidupan kampung Rumah Putri di Jogjakarta –hubungan antara warga kampung, peran ibu rumah tangga, sampai fungsi rumah dalam suatu kampung. Saya pernah menuliskan beberapa catatan mengenai buku ini di beberapa tulisan sebelumnya. Bagian pertama, kedua dan ketiga. Sebetulnya masih banyak hal – hal menarik dalam buku ini. Jadi kalau ingin lebih lengkap, silakan baca bukunya sendiri ^^.
Kampung Suryoputran, Jogjakarta


Libur hari raya tahun ini saya diberi kesempatan untuk kembali menyusuri jejak – jejak buku karya etnografer asal Amerika Serikat di kota Jogja –lewat kebaikan seorang teman. Berbekal sebuah informasi singkat mengenai lokasi kampung Rumah Putri, saya ditemani oleh seorang teman kemudian mencari keberadaan kampung tersebut. Informasi yang saya ingat adalah bahwa kampung ini terletak di belakang kraton Jogjakarta dan merupakan kampung yang terkenal dengan pengrajin wayang. Kami akhirnya memutuskan untuk menuju ke bagian di belakang kraton yang kami yakini sebagai lokasi kampung Rumah Putri. Di daerah tersebut, kami mendapati sebuah kampung bernama Suryoputran. Kami tidak menemukan adanya kampung bernama Rumah Putri setelah berkeliling sejenak. Akhirnya teman saya memutuskan untuk menanyakan perihal kampung Rumah Putri kepada warga yang sedang duduk – duduk di pinggir jalan kampung Suryoputran. Keterangan seorang ibu paruh baya disana mengatakan bahwa ia belum pernah mendengar kampung bernama Rumah Putri. Ibu tersebut malah mengonfirmasi kembali lokasi yang kami cari, apakah mencari keputren atau mungkin Taman Sari. Bahkan, seorang nenek yang duduk di sebelah ibu tersebut menyarankan agar kami menanyakan perihal keberadaan orang bernama Putri ke Pak RT setempat –oh my gosh, hehehe.

Kunjungan saya kemarin ke daerah belakang kraton Jogjakarta ternyata berbeda dengan keterangan yang tertulis di buku Janice. Di halaman 22 Janice menuliskan apabila kita tiba di Jogjakarta lewat stasiun kereta api atau bandar udara dan minta diantar ke Rumah Putri, maka permintaan kita langsung dipahami. Lebih lanjut Janice menuliskan bahwa kampung Rumah Putri sudut timur lautnya bersinggungan dengan persimpangan jalan di barat daya kraton Jogjakarta. Janice juga menyebutkan bahwa sebagian besar pengemudi becak di Jogjakarta mengenal kampung tersebut sebagai bagian dari rute wisata terkenal yang menyuguhkan pertunjukkan wayang dan sebuah bengkel kerja perajin wayang di kampung itu. Janice mencantumkan sedikit mengenai sejarah kampung Rumah Putri di halaman 24. Meskipun terdapat dalam berbagai versi, kampung Rumah Putri diyakini memiliki hubungan erat dengan kraton Jogjakarta. Beberapa warga kampung mengaku memiliki hubungan dengan kraton, khususnya melalui kerabat – kerabat yang pernah bekerja sebagai abdi dalem.

Meskipun tidak menemukan secara persis dimana kampung Rumah Putri itu, namun saya merasa senang karena akhirnya keinginan saya untuk mencari kampung tersebut tercapai. Kampung Suryoputran sendiri merupakan kampung dengan jejeran rumah – rumah yang kebanyakan bisa dibilang mungil namun modern. Jalanan kampung tidak terlalu besar, namun juga tidak terlalu sempit. Saya pribadi menyukai suasana di kampung ini. Kampung ini terlihat rapi, bersih, asri dan tenang. Saya jadi teringat kenapa saya kadang lupa kalau udara Jogjakarta itu panas tidak seperti di Bandung yang adem. Karena setiap saya di sana, saya selalu fokus pada kota Jogja yang menyenangkan –jadi otak saya kadang tidak merekam bahwa udara di sana itu sesuatu banget, hehe.
Jalan utama timur-barat dekat kampung Rumah Putri lebar dan padat lalu lintas. Jalan ini merupakan salah satu dari rute – rute bis dalam kota, yang terhubung dengan rute – rute utama ke tujuan – tujuan yang lebih jauh. Sebagai pusat pengangkutan untuk wilayah itu, Jogjakarta menjadi penghubung antara pedesaan dan jaringan kereta api serta jalur bus ke berbagai wilayah yang lain di Jawa. Kota itu sendiri mengingatkan kita pada semacam campuran antara pesona warisan kolonial Belanda, kerinduan pada budaya tinggi ningrat Jawa, dengan pendekatan modern dan pragmatis pada perubahan – perubahan sosial serta ekonomi di Indonesia sejak kemerdekaan. –Jan Newberry, Back Door Java
Perjalanan singkat mencari kampung Rumah Putri ini disponsori oleh seorang teman sharing dan diskusi saya yang rendah hati. Kurang rendah hati apa coba. Katanya dia senang kalau direpoti oleh saya dan senang kalau nyasar gara – gara saya, hehe. Teman saya ini juga orangnya open minded dan suka bikin saya terharu -haha. Saya harus bilang apa ya? Mungkin saya harus mengutip ungkapan ini “Be grateful for those who make you smile and brightening your days”. Kadang, kata – kata tidak cukup untuk mendefinisikan rasa terima kasih saya. Jadi, biar Allah saja yang membalasnya. Aamiin.

Comments

Popular posts from this blog

opini : lagu Opo Aku Iki - Soimah

Miko Fajar Bramantyo

Lirik Lagu Merapi lan Merbabu - Anik Sunyahni